Tuesday, 7 February 2017

Persoalan Negara Federal Dan Bforex

Blog ini bertujuan mengaktualisasikanmengekpresikan penilaianpersepsianalisis suatu fenomenakasus aktual untuk percepatan demokratisasi di Indonésie. Sebagai sarana komunikasi politik, Blog ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi pencinta demokrasi, non kekerasan, pro rakyat, bukan pro korporasi asing sebagaimana semakin mewarnai politik ekonomi, politik hukum dan ssial budaya dalam era reformasi. Mengangkat martabatharga diri Indonésie sebagai visi strategis Blog ini. Selasa, 25 Maret 2014 PROBLÈME NEGARA FEDERAL DI INDONÉSIE (BAGIAN PERTAMA) Problème négara federal telah mengambil tempat di Indonésie sejak awal kemerdekaan bangsa Indonésie, terutama munculnya prakarsa Negara Republik Indonésie Indonésie, disingkat RIS. RIS adalah suatu negara federa, berdiri pada 27 décembre 1949 sebagai hasbe kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonésie, Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan oleh Commission des Nations Unies pour l'Indonésie (UNCI) sebagai perwakilan PBB. Bahkan, sesungguhnya issue negara federal mencuat pertama kali sebelum Kemerdekaan Indonésie. Mengacu pada hasil studi Adnan Buyung Nasution (2000), konsep federalisme pertama kali diperkenalkan oleh Ritsema d'Eck, Kepala Kehutanan de Jawa. Saat itu konsep Ritsema yang juga mengikutsertakan nasib kelompok etnis luar Indonésie bawah kekuasaan kerajaan Belanda, Curaçao dan Suriname. Konsep Ritsema ini dipertanyakan oleh Prpf. Van Vollenhoven, le professeur Snouck Hurgronje et le professeur Colenbrader. Pour les membres de l'équipe qui n'ont pas accès à ce site, il y a une liste de tous les membres de ce groupe qui ont participé à l'évaluation de la qualité de l'information. Indonésie ke dalam kelompok-kelompok etnis. Perdebatan question négara federal di Indonésie tidak surut, masih terus berkembang sejalan dengan perkembangan bersejarah menjelang Indonésie Kemerdekaan. Problème négar federal mencuat kembali saat menjelang pembuatan Konstitusi (UUD 1945). Problème negara federal terdapat di dalam perdebatan Badan Penyidik ​​Urusan Persiapan Kemerdekaan Indonésie (BPUPKI). Menurut Adnan Buyung Nasution, Muhammad Yamin tidak sependapat dengan gagasan fédéralisme karena hanya akan mengantarkan Indonésie ke dalam pengkotakan wilayah berdasarkan Provinsi que dapat memicu pecahnya kesatuan bangsa Indonésie. Sekalipun Muhammad Hatta dan Latuharhary Tahitirah bertindak sebagai pengusung gagasan negara federal, tidak berusaha untuk melawan kelompok penentang gagasan federalisme. Pada tahun 1955 Indonésie mengadakan Pemilu (Pemilihan Umum). Namun, segera setelah Pemilu tahun 1955, Bung Karno mengangkat Ali Sastreamidjoyo sebagai Perdana Menteri dan mulai menjalankan suatu sistem politik demokrasi terpimpin. Kebijakan Bung Karno dans un antara lain menimbulkan gejolak opposé à danse baik dal kalangan politisi Partai dan perwira militer di Pusat maupun Daerah. Gejolak oppossional terhadap Pemerintah Pusat semakin menguat dengan bermunculannya pembertontahan daerah terutama di luar Pulau Jawa. Problème negara federal kemudian berlanjut. Issue negara federal muncul kembali de Dewan Konstituante antara tahun 1956 sampai tahun 1959. Perdebatan sangat tajam muncul di tahun 1957 ketika semua kekuatan politik dan partai dari berbagai politik menyatakan pendapatnya mengenai sistem negara. Dewan Konstituante kembali gagal mencapai kesepakatan. PNI, PKI, Partai Murba, IPKI, dan GPPS tergolong kelompok pénitence gagasan negara federal. Partai pendukung negara federale adalah Partai Masyumi, PSII, Partai Buruh, dan Parkindo. Pemerintah Pusat (Bung Karno), parachutiste, parachutiste, parachutiste et parachutiste. Partai-Partai di Jakarta yang menentang kebijakan tentang demokrasi terpimpin, terutama Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Namun, pada 196566 kekuasaan Rezim Bung Karno (orme de Lama) ditumbangkan oleh kekuatan militer. Kekuasaan negara berpindah tangan dari Rezim Bung Karno Rezim Suharto (Orde Baru). Di bawah Rezim Orde Baru, question negara fédérale sirna karena kekuatan militer sangat anti négara fédéral, kecuali negara kesatuan. Problème negara kesatuan telah menggantikan question negara federal. Membicarakan negara fédéral menjadi sangat tabu. Namun, question négara federal kembali mewacana ketika Rezim Orde Baru gagal mengakomodasi kebutuhan masyarakat de wilayah Indonésie terluar (Daerah-Daerah Luar Jawa). Muncul perdebatan negara federal karena masih terdapat masalah sentralisasi kekuasaan secara berlebihan, kesenjangan ekonomi antar wilayah, dan aneka macam ketidakadilan di daerah. Pada 199798 tela tela tela tela tela tela tela reform reform reform reform reform reform reform reform reform reformanananananananananananan Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re............................................................ Pembicaraan mengenai demokratisasi kehidupan politik baik de pusat maupun di daerah telah meluas. Dalam kondisi perubahan politik ini, question negara menghangat kembali fédéral. Perbedaan pendapat mengenai negara federal dan kesatuan berjalan seanger dengan kontroversi demokratisasi lain seperti parlementarisme versus presidensialisme, sistem pemlihan distrik versus sistem pemilihan proportionnel. Problème negara federal meluas juga karena aspirasi otonomi khusus dan kemerdekan berbagai daerah, terutama Aceh, Timor Timur dan Irian Jaya. Tokoh-tokoh nasional turut mengangkat question negara fédérale ini antara lain Romo Y. B. Mangunwijaya dan M. Amin Rais. Mangunwijaya telah menulis makalah berjudul Problèmes et perspectives de l'Indonésie, séminaire sur les réformes structurelles pour la démocratisation en Indonésie: Problèmes de la démocratie en Indonésie LIPI dan de la Fondation Ford de Jakarta, 12-14 Agustus 1998. Tulisan Mangunwijaya terkait lain terdapat di dalam Pahami Secara Utuh Negara Fédéral (Harian Pikiran Rakyat, Yogyakarta, 30 Agustus 1998). Untuk Amien Rais sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), konsep negara fédéral dapat ditem dkan dalam plateforme PAN. Fédéralisme de l'Amérique latine et du Sud-Est de la Chine. Abderrahman Wahid (Gus Dur), Alfitra Salamn, Harus Alrasid, dan Adnan Buyung Nasution. Mereka beragumen bahwa Indonésie semestinya kembali ke sistem negara federal. Menurut mereka, Pemerintah Indonésie (Pusat) takut menerapkan sistem négar federal karena khawatir akan cenderung memicu ketidakstabilan politik dan gerakan pemisahan diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonésie). Seilah demokratisasi dan reformasi berjalan sekitar 10 tahun, question negara menghangat férié kembali terutama bagi mereka yang tidak puas terhadap pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan hubungan Pusat dan Daerah. Berbagai alasan dan argumentasi telah diajukan baik bagi kalangan pendukung maupun penolak penerapan modèle atau bentuk negara fédéral. Umumnya kalangan pendukung penerapan modèle nègre fédéral berasal dari luar Jawa, baik ilmuwanakademisi, politisi Partai, pengamat, pengusaha, kaum professionnel dan aktivis ONG. Amat langka pendukung modèle nègre fédéral berasal dari kalangan militer. Sebaliknya, kelompok penolak penerapan modèle negara federal umumnya kalangan mantan perwira militer dan politisi Partai pulau Jawa. Wacana tentang modèle negara sudah fédéral berkembang sedemikian rupa dalam masyarakat Indonésie beberapa tahun belakangan ini. Mereka acapkali menolak pandangan négartif bahwa negara fédéral bisa menyebabkan terjadinya disintegrasi di Indonésie. Menurut mereka, gagasan dasar negara fédérale yakni kekuasaan berada di daerah daerah (negara bagian atau provinsi). Daerah-daerah mengalokasikan sebagien kekuasaan mereka kepada Pemerintah Pusat (fédéral). Modèle négara federal dapat menghilangkan ancaman disintegrasi. Di bawah modèle negara federal, terutama masyarakat de daerah-daerah luar Pulau Jawa, akan dapat mengatur diri sendiri dan tidak merasa dalam cengkraman kekuasaan Pulau Jawa. Dewasa ini kaum intelektual, terpenjara, karena, pembahasan, modèle, atau, système, negara, dibatasi oleh, kekakuan, kerangka, berfikir, negara, kesatuan (NKRI). Salah seorang intelektual terpenjara dimaksud adalah Pakar Psikologi Politik UI, Hamdi Muluk. Beliau seorang pendukung modèle negara fédéral. Alasannya antara lain jauhnya ketimpang antara Pusat dan Daerah. Baginya, Indonésie lebih cocok memakai modèle atau sistem negara federal. Kebutuhan masyarakat lokal seharusnya oleh Pemerintah Daerah. Négara fédérale secara emperis terbukti membuat daerah berkembang. Beliau kemudian mengajak kita untuk mélangé négro-négara maju yang menggunakan modèle négro fédéral, berkembang di berbagai bidang. Setiap negara bagian mémiliki universitas berkualitas, kemudien ekonomi tumbuh dengan pesat. Satu argumentasi unik lain terkait dengan modèle negara fédéral adalah prediksi Jayabaya bahwa Indonésie akan menjadi negara federal. Penganut argumentasi unik ini percaya, Jayabaya bukan seorang dukun, bukan paranormal, tetapi Raja dari Kerajaan Kadiri, juga seorang pujangga, sastrawan tergolong indigo (tingkat kecerdaswan tinggi), membile indera keenam mampu memprediksi apa akan terjadi de masa mendatang. Menurut mereka, salah satu prediksi, Jayabaya berbunyi, Negarane ambane saprawalon. Artinya, Indonésie akan terdiri dari 8 (delapan) nigara bagian atau menjadi negara federal. Mengapa harus berbentuk negara fédérale Alasannya adalah wilayah Indonésie terlalu luas jumlah penduduk terlalu banyak Pemerintah Pusat dianggap tidak mampu lagi mengurusi daerah sehingga bentuk NKRI tidak cocok lagi adanya tuntutan hampir semuadaerah untuk memiliki otonomi sangat luas. (1) tinjauan théoritis negara federal, kemudian (2) mengidentifikasi keunggulan dan (1) est un groupe ethnique qui a été identifié comme un groupe ethnique. Kelemahan negara federal, serta (3) argumentasialasan beberapa pendukung modèle atau sistem négar federal diterapkan di Indonésie berdasarkan hasil wawancara langsung Tim pénulis (BersambungMUCHTAR EFFENDI HARAHAP). 0 Komentar: Berlangganan Poskan Commentaires Atom Link ke posting ini: Mengenai Saya Lahir Medan (1954). S1 Hub. Int. Fisip UGM (1975), S2 Politik, UGM (1982), Mhs riset Ph. D Politik USM, Malaisie (2000). Ketua Dewan Pendiri NSEAS (Réseau pour les études d'Asie du Sud-Est). Penulis buku al: Konflik Damai Kampuchea (Jkt: NSEAS 1990) Mahasiswa Dalam Politik (Jkt: NSEAS, 1991) Gerakan Mahasiswa dalam Politik Indonésie (Jkt: NSEAS 2000) Keruntuhan Soeharto. Sebab Perubahan Sikap MPRDPR (Jkt: NSEAS 2001) Demokrasi dalam Cengkeraman Orde Baru (Jkt: Tewas ORBA 2004) MPP dan DPP PAN Ilegal (Yogya: Pustaka Fahima 2010) Kegagalan SBY dalam Fakta dan Angka (Yogya: Pustaka Fahima 2010) Référencement: Peran Ideologi Koalisi dan Dana Ilegal (Jkt: NSEAS, 2013) Negara Republik Indonésie Membutuhkan UU Keamanan Nasional (Jkt: NSEAS amp IEPSH, 2012) Kegagalan Rezim SBY - Boediono (Jkt: IEPSH, 2013), Parpolisasi (Jkt: NSEAS, 2016), Kami Melawan Ahok Tak Layak Jadi Gubernur (Jkt: LKIP, 2016), Issue Strategis DKI Jakarta Era Ahok (Jkt: NSEAS, 2016) Evaluasi 2 Tahun Kegagalan Pemerintahan Jokowi-JK (Jkt: NSEAS, 2016 dalam proses). Posting SebelumnyaPersoalan Negara Fédéral de BFO Konsep Negara Fédéral de 8220Persekutuan8221 Negara Bagian (BFO Bijeenkomst Overleg fédérale) mau tidak mau menimbulkan potensi perpétuel de kalangan bangsa Indonésie sendiri setelah kemerdekaan. Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan fédéralis yang ingin bentuk negara fédérale dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin Indonésie menjadi negara kesatuan. Dalam konferensi Malinois de Sulawesi Selatan pada 24 juillet 1946 misalnya, pertemuan untuk membicarakan tatanan fédéral yang diikuti oleh wakil dari berbagai daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras dari proiksi pro RI yang ikut serta. M. Tadjudin Noor dari Makasar bahkân begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi. Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonésie Raya digunakan atau tidak oleh Negara Indonésie Timur (NIT) juga menjadi persoalan yang tidak bisa diputuskan dalam konferensi. Kabinet NIT juga secara tidak langsung ada etang jatuh karena persoalan negara federal ini (1947). Dalam tubuh BFO joua bukan tidak terjadi pertentangan. Sejak pembentukannya di Bandung pada bulan Juli 1948, BFO, terreux, terre, ke, dalam, dua, kubu. Kelompok pertama menolak kerjasama dengan Belanda dan lebih memilih RI untuk diajak bekerjasama membentouk Negara Indonésie Serikat. Kubu ini dipelopori olé Ide Anak Agung Gde Agung (NIT) serta R. T. Adil Puradiredja dan R. T. Djumhana (Negara Pasundan). Kubu kedua dipimpin oleh Le sultan Hamid II (Pontianak) à la dr. T. Mansur (Sumatera Timur). Kelompok ini agar ingrédients garnis kebijakan bekerjasama dengan Belanda tetap dipertahankan BFO. Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan antara dua kubu ini kian sengit. Dalam sidang-sidang BFO le selanjutnya le kerap terjadi le konfrontasi antara Le sultan Hamid II. Dikemudien hari, Sultan Hamid II ternyata bekerjasama dengan APRA Westerling mémpersiapkan pemberontakan terhadap pemerintah RIS. Setelah Konferensi Meja Bundar atau KMB (1949), persaingan antara golongan federalis dan unitaris makin lama makin mengarah pada konflik terbuka di bidang militer, pembentukan Angkatan Perang Republik Indonésie Serikat (APRIS) telah menimbulkan masalah psikologis. Salah satu ketetapan dalam KMM menyebutkan bahwa inti angolota APRIS diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari personel mantan anggota KNIL. TNI sebagai inti APRIS berkeberatan bekerjasama dengan bekas musuhnya, yaitu KNIL. Sebaliknya anggota KNIL est un acteur majeur de l'acupuncture et de l'acupuncture. Kasus APRA Westerling dan mantan pasukan KNIL Andi Aziz sebagaimana dhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh Il y a quelques instants, Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pérgolakan bernuansa positif bagi persatuan bangsa juga terjadi. Hal ini terlihat ketika negara-négara bagian yang keberadaannya ingin dipertahankan setelah KMB, harus berhadapan dengan tuntutan rakyat yang ingin gélose negaranegara bagian tersebut bergabung ke RI. BUKU K13 SEJARAH INDONESIE XII


No comments:

Post a Comment